Re-Introspeksi
Mengapa Islam tertinggal dalam perkembangan keilmuan?
Mengapa ummat Islam tercecer dalam perkembangan peradaban kini?
Siapakah yang salah?
Apa yang harus dilakukan?
Kredo yang Memalaskan
Salah satu penyebab kelambanan kemajuan pemikiran keislaman — dan ini berakibat tertinggalnya ummat Islam dalam percaturan kehidupan di dunia — ialah kredo atau adagium "Islam adalah agama yang sempurna yang berlaku universal dan abadi“.
Supremasi yg merupakan anugerah Ilahi ini telah membuat ummat Islam pada umumnya menjadi cepat puas diri, sehingga lengah terhada perkembangan zaman dan peradaban. Islam dijadikan sesuatu yang taken for granted bagi para pemeluknya.
Reduksi Fungsi Islam [1]
Ummat Islam selama ini cenderung mereduksi fungsi Islam dan masih parsial dalam berislam. Hal ini dilakukan baik oleh kalangan muslim awam maupun oleh kalangan muslim elit.
Di lapisan muslim awam, Islam tak lebih dari sekadar identitas formal dan se-mata2 bersifat transendental serta berurusan dgn hal2 yang ukhrowi. Ujud keislaman tak lebih dari sekadar penunaian kelima rukun Islam serta penggunaan berbagai atribut fisik dan visual.
Reduksi Fungsi Islam [2]
Di lapisan muslim elit (seperti fuqaha, ustadz, umara dan ulama), Islam berfungsi atau di-fungsi-kan sedikit lebih banyak, tidak hanya sekadar identitas formal. Islam juga menjadi pemersatu kelompok, dalih diskriminasi, sumber nafkah, bahkan [naudzubillaahi min dzaliq!] perisai tabiat buruk.
Selain penunaian kelima rukun Islam — yang dalam berbagai kasus tampak demonstratif — ujud keislaman lapisan elit muslim ini juga ditunjukkan dengan fanatisme rukun iman.
Tidur Panjang
Kesempurnaan dan universalitas serta keabadian Islam telah melelapkan sebagian besar pemeluknya, termasuk sebagian besar lapisan elitnya.
Lelap dlm sebuah tidur panjang yang terbebas dari dinamika kehidupan se-hari2. Lelap dlm tidur panjang yg mendendangkan mimpi indah masuk syurga ketika bangun esok pagi, se-mata2 hanya krn telah memeluk agama Islam. Masuk syurga dengan bekal-minimal, yakni telah menjalankan bbrp kegiatan ritual atau ibadah mahdlah.
Terlelap
Sebagian di antara mereka merasa memiliki bekal lebih, berupa pemberian santunan bagi anak yatim dan fakir miskin atau utk pembangunan rumah ibadah, berupa jihad dalam arti fisik, atau berupa da'wah dogmatis dengan pagar-pagar fiqhih yang sarat akan imbalan syurga dan ancaman neraka.
Impian masuk syurga semacam itu sah2 saja dan juga insya Allah benar. Bekal-bekal tadi pun memang perlu (necessary), tapi rasanya belum cukup (insufficient).
baru sekadar Agama
Islam bagi sebagian besar ummatnya — menurut saya — baru sekadar "dipeluk sebagai agama", belum "dianut sebagai ajaran".
Dalam kapasitasnya sbg agama itulah, Islam sering menjadi tak lebih dari sekadar sebuah identitas formal. Identitas formal dalam arti visual-ritual, yg membeda-kan seorang muslim dari seorang pemeluk agama lain dlm kehidupan di dunia. Identitas formal yg memasti-kan seseorang dengan cara apa ia harus dirawat dan didoakan manakala meninggalkan dunia ini.
belum menjadi Anutan
Islam masih belum dianut sbg sebuah ajaran, yakni ajaran kepasrahan yang dengannya dan di dalamnya kita hidup serta mati dan kemudian (kelak) bangkit kembali.
Ajaran yg bukan saja membedakan antara baik dan buruk, haq dan bathil, adil dan zalim, serta menetap-kan syarat2 dan menuntun cara2 melakukan kegiatan ritual mulai dari bersuci hingga berhaji. Akan ttp ajaran yang menjadi pandangan hidup, penuntun dalam bersikap, pedoman dalam bertindak, serta landasan sekaligus wawasan dalam berpikir.
masih Parsial, belum Kaffah
Keislaman sebagian besar ummat masih bersifat sebagian (parsial), belum menyeluruh (kaffah).
Kita baru memeluk Islam sbg agama, hanya agar tidak dijauhi oleh Tuhan dan sebatas untuk urusan akhirat.
Kita belum menganut Islam sbg ajaran, selaku penuntun diri dalam dalam kehidupan dan hidup bermasyarakat di dunia.
Jangan2 kita telah bertindak sekuler, memisahkan kehidupan akhirat dari kehidupan dunia.
Contoh2 Antagonis bin Ironis [1]
Masih terbilang segelintir ummat yg telah menjadikan Islam sebagai ajaran panutan. Banyak muslim telah dgn rajin dan tertib menunaikan rukun Islam, namun perangai kesehari-annya belum mencerminkan keislamannya.
Tidak sedikit orang Islam yang bangga akan keislamannya, tapi tak banyak yang peduli akan kemiskinan saudaranya.
Di belahan lain dari bumi ini [di luar Indonesia] ada bangsa tertentu yang dikenal kuat Islamnya, namun justru paham komunis yang tumbuh subur dan mendominasi cara pandang mereka.
Contoh2 Antagonis bin Ironis [2]
Sejumlah muslim elit meniti karir dengan Islam sbg "jembatan" atau "kendaraan“; tapi manakala tiba di puncak, ia pun lupa akan sarana yang telah mengantarkannya.
Banyak keluarga muslim yang hidup berdampingan dan sama2 taat menjalankan kegiatan ritual, namun tidak bertegur sapa atau bahkan saling tak kenal satu sama lain.
Kendati disadari kebersihan adalah sebagian dari iman, tetap saja banyak kita jumpai mesjid yang jorok atau pesantren yang kumuh.
Segudang contoh antagonistis yang lain masih bisa ditambah utk memperpanjang daftar keislaman parsial ini, sbg bukti betapa Islam baru sekadar dipeluk sebagai agama an sich.
Pasrah-Kaffah
Dalam konteks kehidupan kekinian, menganut Islam sbg ajaran kepasrahan tidaklah berarti menyerahkan nasib diri pada takdir dalam pengertian yang jabbariyah atau fatalistik. Bukan pula berarti lari dari kenyataan atau eskapistis. Juga bukan berarti larut dalam arus kehidupan kekinian atau, sebaliknya, menentang mentah2 segala arus yang datang — yang "dicurigai tidak islami", tapi juga belum terbukti "kafiri".
Menganut Islam sbg ajaran kepasrahan berarti menjadikan Islam sbg sandaran jatidiri dan kepribadian, baik dalam kehidupan di dunia kini maupun untuk kehidupan di akhirat kelak, baik dlm hubungan transendental dengan Tuhan (hablun' min Allaah) maupun dalam hubungan horizontal dgn sesama manusia atau masyarakat (hablun' min annaas).
Bekal Praktikal dan Konseptual
Kembali ke konteks kehidupan kekinian, menganut Islam sebagai ajaran kepasrahan justru berarti menghadapi dan menaklukkan arus kehidupan yang ada dan peradaban yang berkembang dengan Islam sbg bekal, baik bekal yang praktikal maupun bekal yang konseptual.
Bekal praktikal diperlukan agar ummat tidak terperangkap, sebaliknya justru memiliki alternatif yang haq dan shah, dalam menjalani kehidupan dan peradaban kini.
Sedangkan bekal konseptual dibutuhkan agar ummat memiliki landasan yang kokoh dalam bersikap, teguh dalam pendirian, manakala menghadapi kompleksitas sebuah permasalahan.
Islam yang T e r c e c e r [1]
Sebagaimana dapat kita saksikan dan rasakan bahkan alami, kehidupan dan peradaban kini berkembang begitu cepat. Ummat Islam tercecer di tengah perkembangan itu, dalam nyaris segala aspek atau sisi kehidupan, dalam bidang pendidikan; keilmuan; teknologi; informatika; kesejahteran sosial; kesehatan; perdagangan; keuangan; ekonomi; dan bahkan politik. Metoda dan kelembagaan serta produk dalam bidang2 ini berubah dan bertambah dengan pesat.
Semua itu dimungkinkan berkat kerja keras dan pemikiran cemerlang, persembahan raga dan pencurahan akal yang tiada pernah berhenti.
Islam yang Tercecer [2]
Di tengah perkembangan2 yg senantiasa berlangsung, perkembangan yang paling lamban — setidak-tidaknya (dan mudah-mudahan hanya) di Indonesia — adalah dalam hal pemikiran keislaman, utamanya pemikiran2 yg berkenaan dgn ikhwal penerapan muamalah.
Islam ter-engah2 menapaki perkembangan kehidupan dan peradaban masa kini yg begitu dahsyat. Akibatnya, ummat Islam tercecer dibandingka saudara2nya yang tidak seiman.
Kalau ada pihak yang layak disalahkan sebagai penyebab ketertinggalan ummat Islam dalam percaturan kehidupan dan peradaban kini, pihak dimaksud tak pelak lagi adalah ummat Islam sendiri. Jika pertanyaan dilanjutkan dengan siapa di antara ummat Islam itu yang paling bersalah, maka jawabnya ialah lapisan elit ummat!
DR. MUHAMAD, M.Ag
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
P3EI UII, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press
Muhamad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia FE UII
Muhammad Baqir Ash Shadr, Iqtishaduna, Tehran – Iran, WOFIS
Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam: teori dan praktek, terjemahan, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf
Muhammad Umer Chapra, The Future Economic: Islamic Perspective, London: Islamic Foundation
Adiwarma A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press.
5.01.2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 komentar:
Casinos in Malta - Filmfile Europe
Find the best Casinos in Malta including bonuses, games, games sol.edu.kg and nba매니아 the history https://deccasino.com/review/merit-casino/ of games. https://septcasino.com/review/merit-casino/ We cover all 토토 the main reasons to visit Casinos in
Post a Comment