MONOPOLI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Pertemuan 10
Ekonomi Islam FIAI-UII
Mei 2008
PENGERTIAN MONOPOLI DALAM ISLAM
Monopoli (ihtikar) berasal dari kata hakr, yang berarti mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan. Ihtikar digunakan oleh para ahli Fiqh Islam untuk menyatakan hak istimewa untuk mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan dalam upaya mengantisipasi kenaikan harga. Dengan kata lain, ihtikar berarti proses memonopoli produk agar mengakibatkan terjadinya kenaikan harga.
SIKAP ISLAM
Dalam ekonomi Islam Siapa pun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Jadi, monopoli sah-sah saja. Namun, siapa pun dia tidak boleh melakukan ihtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi atau istilah ekonominya monopolistic rent. Inilah indahnya Islam: monopoli boleh, monopolistic rent tidak boleh.
KEBEBASAN INDIVIDUDALAM ISLAM
Rasulullah Saw sendiri melarang praktik-praktik yang tidak sehat. Beliau melarang praktik-praktik bisnis yang dapat membawa pada kekurangan pasar. Nabi Muhammad Saw tidak menganjurkan campur tangan apa pun dalam proses penentuan harga oleh negara ataupun individual, seperti yang diterangkan dalam sebuah hadist Sunan at-Tirmizi, Al-Buyu', Bab 73dan Sunan Abu Dawud, Al-Buyu', Bab 5);
Ataupun ihtikar yaitu mengeluarkan hanya sejumlah barang dengan tujuan menaikkan harga seperti yang diterangkan dalam hadist Muslim, Al-Muzara'ah. Kerangka kerja Islam memastikan perputaran suplai dan permintaan yang bebas dengan mengatur sikap individual sehingga menciptakan fairness for all.
KELEMAHAN UU NO.5 Th. 1999 MENURUT PANDANGAN ISLAM
Ada yang menarik dalam Undang-Undang RI No.5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu pasal dalam undang-undang yang kemudian lebih dikenal dengan nama UU Antimonopoli itu mengecualikan berlakunya UU terhadap perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain, produk industri, rangkaian yang terkait dengan waralaba (Pasal 50 Butir b) atau perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan (Pasal 50 Butir d).
Mengacu Pasal 50 butir (b) dan (d) tersebut, maka UU tentang larangan praktik monopoli dapat dimanfaatkan oleh perusahaan asing untuk melakukan monopoli. Dengan makin maraknya isu perdagangan bebas suatu negara tidak bisa lagi melindungi industri yang ada di negara tersebut dari pengaruh negara lain dengan berbagai penghalang seperti, tarif import, tarif persaingan memperebutkan pasar dalam kondisi pasar yang kian terbuka akan makin keras. Praktik-praktik yang tidak sehat dalam memperebutkan pasar yang terbuka ini akan sering muncul
KONSEP ADIL
Ambil contoh penjabaran komponen adil yang telah dilakukan oleh Suweilem (1999) dan dikembangkan oleh Karim (2000). Konsep adil memang bukan milik ekonomi syariat. Kapitalisme dan sosialisme juga memiliki konsep adil. Bila kapitalisme klasik mendefinisikan adil sebagai Anda dapat apa yang Anda upayakan (you get what you deserved)dan sosialisme klasik mendefinisikannya sebagai 'sama rata sama rasa' (no one has a privilege to get more than others), maka Islam mendefinisikan adil sebagai "tidak menzalimi tidak pula dizalimi" (la tazhlimuuna wala tuzhlamuun).
5.12.2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment