Pembahasan mengenai takdir biasanya bersamaan dengan pembahasan tentang qadha. Secara mudahnya, Qadha adalah keputusan, ketetapan dan kepastian Allah. Sedangkan Qadar (takdir) adalah ukuran yang telah ditetapkan Allah. Maksudnya ialah Allah telah memberikan kadar, member ukuran, member batas tertentu dalam diri, sifat, ataupun kemampuan maksimal makhluknya.
Allah azza wa jalla menciptakan makhluknya dengan takdir (ketentuan) yang berbeda-beda. Jodoh, rizki, umur, dan nasib, semuanya telah diatur dan ditentukan tatkala ruh makhluk tersebut ditiupkan pada jasad masing-masing.
Ada yang diciptakan menjadi orang yang berkecukupan dalam hidupnya, ada pula yang diciptakan hidup di bawah batas kecukupan. Demikianlah manusia memang diciptakan dengan takdir masing-masing.
Manusia memiliki kemempuan yang terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Alah SWT, misalnya manusia tidak bias terbang. Hal ini merupakan salah satu ukuran yang diberikan Allah kepada manusia, dai dia tidak mampu melampauinya, kecuali jika ia menggunakan akal untuk menciptakan alat. Namun akalpun mempunyai ukuran yang terbatas.
Di sisi lain, manusia berada di bawah hukum-hukum Allah sehinggasegala yang dilakukannyatidak akan terlepas dari hukum-hukum Allah yang telah mempunyai ukuran dan kadar tertentu. Hanya saja, karena hukum-hukum tersebut cukup banyak, dan manusia diberi kewenangan untuk memilih diantara takdir yang ditetapkan Allah terhadap alam tersebut. Misalnya api ditetapkan Allah panas dan membakar, sedangkan angin ditetapkan Allah dapat menimbulkan kesejukan dan udara dingin. Dan itu merupakan takdir Allah. Manusia boleh memilih api yang membakar atau angin yang menyejukkan, disinilah pentingnya pengetahuan bagi manusia dan perlunyapetunjuk-petunjuk dari Allah SWT.
Umar bin Khattab membatalkan rencananya untuk berkunjunh ke Syam Syiria, dan Palestina karena di sana sedang terjadi wabah. Ketika itu tampil seorang bertanya : “apakah engkau akan lari dari takdir Allah?’ Umar bin Khattab menjawab “Saya lari menghindar dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain”. Demikian juga Ali bin Abi Thalib ketika sedang duduk bersandar di tembok. Karena ternyata tembok tersebut rapuh, maka beliau pindah ke tempat lain. Beberapa orang kemudian bertanya, seperti yang disampaiakan kepada Umar ra, jawaban Ali bun Abi Thalib pun intinya sama dengan jawaban Umar.
6.23.2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment